Negara-negara Barat memberikan jaminan kepada Israel untuk melakukan genosida di Jalur Gaza. Pernyataan ini diungkapkan oleh Avi Shlaim, seorang sejarawan terkemuka Israel-Inggris dan profesor emeritus hubungan internasional di Universitas Oxford, dalam forum diskusi ‘The War on Gaza: What’s Next for Palestine?’ di London, Inggris, pada Senin (30/10/2023).
Dukungan dari Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Uni Eropa, termasuk dukungan militer, dianggap oleh Shlaim membuat mereka terlibat dalam pembantaian massal oleh Israel di Jalur Gaza.
“Respons Barat terhadap krisis ini adalah kemunafikan dan standar ganda yang kejam, namun kali ini sudah pada level baru. Kecintaan Barat terhadap Israel selalu menyertai, selalu bergantung pada penghapusan sejarah Palestina dan kemanusiaan,” ujar Shlaim, seperti dilansir Middle East Eye, Selasa (31/10).
“Kekhawatiran mendalam terhadap keamanan Israel selalu ditegaskan kembali oleh para pemimpin Barat – namun tidak ada satupun pemikiran terkait keamanan Palestina.”
Shlaim, yang lahir pada tahun 1945 di Baghdad dari orangtua Yahudi Irak, menyatakan bahwa perlawanan Palestina telah disunting dan dihapus dari konteks sejarahnya. Bahkan, liputan media dan politik mengenai kekerasan yang terjadi di Gaza sebagian besar mengabaikan situasi sebelum serangan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober.
“Konflik Israel-Hamas tidak dimulai pada 7 Oktober. Pada Juni 1967, Israel tidak hanya menduduki Gaza, tapi juga Tepi Barat dan Yerusalem. Ini adalah pendudukan militer yang paling berlarut-larut dan brutal di zaman modern,” kata Shlaim.
Menurutnya, gencatan senjata bahkan perdamaian antara Hamas dan Israel hanyalah mimpi.
“Para jenderal Israel punya ungkapan – memotong rumput. Ini adalah metafora yang mengerikan, artinya mereka tidak punya solusi terhadap masalah ini, tapi setiap beberapa tahun pasukan pertahanan Israel bergerak dengan persenjataan paling canggih, mereka menghancurkan tempat itu (Gaza), menurunkan kemampuan militer Hamas. Ini adalah tindakan mekanis yang dilakukan secara berkala setiap beberapa tahun. Jadi, pertumpahan darah tidak akan ada habisnya dan perang berikutnya akan selalu terjadi.”
Sementara itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mendesak adanya gencatan senjata kemanusiaan antara Israel dan Hamas serta meminta akses bantuan ke Jalur Gaza yang dikepung dan perlindungan bagi warga sipil. Resolusi yang dirancang oleh negara-negara Arab ini disetujui dengan 120 suara, sedangkan 45 suara abstain dan 14 negara, termasuk Israel dan Amerika Serikat (AS), tidak menyetujuinya.
Majelis Umum melakukan pemungutan suara setelah Dewan Keamanan mengalami kegagalan empat kali dalam dua minggu terakhir untuk mengambil tindakan terhadap Israel. Israel menyebut resolusi PBB tersebut sebagai penghinaan.