Kepala Urusan Bantuan Kemanusiaan PBB, Martin Griffiths, mengungkapkan bahwa sedang ada negosiasi intensif antara Israel, Mesir, Amerika Serikat (AS), dan PBB mengenai izin masuk bahan bakar ke Gaza. Griffiths menekankan bahwa bahan bakar sangat penting untuk operasional institusi, rumah sakit, serta distribusi air dan listrik.
Sejalan dengan pernyataan Griffiths, Hastings menyatakan bahwa generator cadangan yang sangat penting untuk menjaga rumah sakit, pabrik desalinasi, fasilitas produksi makanan, dan layanan penting lainnya satu per satu berhenti beroperasi karena kehabisan pasokan bahan bakar.
Pasokan gas yang dibawa ke Gaza dari Mesir oleh sektor swasta juga semakin menipis sebelum perang antara Hamas dan Israel pecah. Organisasi bantuan seperti UNRWA tidak dapat menyediakan jaringan distribusi yang dilakukan oleh sektor swasta untuk memenuhi kebutuhan barang-barang penting ini, kata White.
Menurut White, hampir 600.000 orang berlindung di 149 fasilitas UNRWA di Gaza, di mana sebagian besar adalah sekolah. Namun, dia mengaku telah kehilangan kontak dengan banyak orang di Gaza utara, tempat di mana Israel melakukan operasi darat dan udara pasca serangan Hamas pada 7 Oktober.
Rata-rata 4.000 pengungsi di Gaza tinggal di sekolah tanpa sumber daya untuk menjaga sanitasi yang layak. Kondisinya sangat memprihatinkan, di mana perempuan dan anak-anak tidur di ruang kelas dan laki-laki tidur di luar, di tempat terbuka, ungkap White.
White menegaskan bahwa PBB tidak dapat memberikan keamanan kepada mereka, sambil merujuk pada lebih dari 50 fasilitas UNRWA yang terdampak oleh konflik, termasuk lima yang terkena langsung. Dia juga mengungkapkan keprihatinannya bahwa jumlah korban di tempat penampungan akan terus meningkat, terutama dengan pertempuran yang terjadi di wilayah utara saat ini.