Sebelumnya, UNICEF melaporkan bahwa bencana cuaca yang dipicu oleh perubahan iklim – mulai dari banjir hingga kekeringan, badai hingga kebakaran hutan – telah menyebabkan 43,1 juta anak mengungsi dari tahun 2016 hingga 2021. UN Children’s Fund (Dana Anak-Anak PBB) memperingatkan pada Kamis 4 Oktober 2023 dan juga mengecam kurangnya perhatian yang diberikan kepada para korban.
Dalam laporan komprehensif mengenai masalah tersebut, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan kisah-kisah yang sangat memilukan tentang beberapa anak yang terdampak.
Laura Healy, salah satu co-author, menyebut kepada AFP bahwa data ini baru sebagian kecil dari keseluruhan masalah, dan banyak anak lainnya kemungkinan juga terdampak.
“Kami membawa barang-barang kami ke tepi jalan dan tinggal di sana selama beberapa minggu,” kisah Khalid Abdul Azim, seorang anak Sudan yang tinggal di desa yang tergenang banjir dan hanya dapat dijangkau dengan perahu.
Pada tahun 2017, kakak beradik Mia dan Maia Bravo menyaksikan api melahap trailer mereka di California dari bagian belakang minivan keluarga.
“Aku takut, terkejut. Aku akan begadang sepanjang malam,” kata Maia dalam laporan tersebut.
Melansir dari France24, statistik mengenai pengungsi internal akibat bencana iklim umumnya tidak memperhitungkan usia para korban. Namun, UNICEF bekerja sama dengan Internal Displacement Monitoring Center yang bersifat non-pemerintah untuk mengurai data dan mengungkap dampak tersembunyi pada anak-anak.
Antara tahun 2016 hingga 2021, laporan tersebut menyebutkan bahwa empat jenis bencana iklim (banjir, badai, kekeringan, dan kebakaran hutan) yang semakin sering terjadi akibat pemanasan global telah menyebabkan 43,1 juta anak terpaksa mengungsi di 44 negara. Sebanyak 95 persen pengungsian itu disebabkan oleh banjir dan badai.