China mengatakan telah berhasil memediasi gencatan senjata sementara antara junta militer Myanmar dan kelompok etnis minoritas bersenjata di bagian utara negara itu. Pembicaraan antara militer Myanmar dan kelompok-kelompok itu, yang difasilitasi oleh China, menghasilkan kesepakatan gencatan senjata sementara dan mempertahankan momentum dialog.
Bentrokan terjadi di Negara Bagian Shan, Myanmar utara, setelah serangan dari Tentara Arakan (AA), Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA), dan Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA) pada akhir Oktober. Kelompok-kelompok itu berhasil merebut posisi militer dan pusat perbatasan yang penting untuk perdagangan dengan China, menjadi tantangan militer terbesar bagi junta militer Myanmar sejak merebut kekuasaan pada 2021.
Pihak berita AFP telah mencoba menghubungi AA dan MNDAA untuk memberikan komentar, sementara TNLA tidak dapat segera dihubungi. Juru bicara junta militer Myanmar juga telah dihubungi untuk memberikan komentar.
Pada Senin (11/12), Beijing mengatakan bahwa perundingan perdamaian telah diadakan dan muncul “hasil positif” tetapi tidak menyebutkan gencatan senjata. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan bahwa “konflik di Myanmar utara jelas mengalami de-eskalasi” dan ini akan membantu menjamin perdamaian dan ketenangan di perbatasan China-Myanmar.