Di Indonesia, terdapat lebih dari 200 juta pemilih yang akan memberikan suaranya pada tanggal 14 Februari 2024. Informasi palsu mengenai ketiga kandidat presiden dan pasangannya beredar secara online, dan berpotensi mempengaruhi hasil pemilu, kata Nuurrianti Jalli, yang mempelajari misinformasi mengenai pemilu.
“Dari upaya penargetan mikro terhadap pemilih dengan disinformasi hingga menyebarkan narasi palsu, produk AI ini dapat secara signifikan mempengaruhi persepsi dan perilaku pemilih,” katanya.
“Dalam lingkungan di mana misinformasi sudah lazim, konten yang dihasilkan AI dapat semakin mengubah persepsi publik dan memengaruhi perilaku memilih,” tambah Jalli, asisten profesor di sekolah media Oklahoma State University.
Propaganda Politik
Gambar dan video deepfake yang dihasilkan oleh alat AI generatif seperti Midjourney, Stable Diffusion, dan Dall-E OpenAI muncul menjelang pemilu di Selandia Baru, Turki, dan Argentina tahun lalu. Terjadi seiring dengan meningkatnya kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap pemilu presiden AS pada November 2024.
AI membuat penciptaan dan penyebaran disinformasi menjadi lebih cepat, lebih murah, dan efektif, kata Freedom House, organisasi nirlaba AS, dalam sebuah laporan baru-baru ini.