Ekonom iklim Gernot Wagner dari Columbia University Business School memperingatkan bahwa perusahaan-perusahaan besar memiliki berbagai alasan untuk menaikkan harga. Namun, ancaman mendasar oleh perubahan iklim tidak dapat diabaikan.
“Cuaca ekstrem memengaruhi pasokan makanan – setahun yang lalu alpukat, sekarang gula,” kata Wagner. “Climateflation (kenaikan harga akibat perubahan iklim) menjadi semakin buruk.”
Permasalahan produksi gula semakin rumit dengan ancaman pembatasan ekspor dari negara-negara produsen gula, penyimpanan stok komoditas gula, dan kemacetan di pelabuhan di Brasil yang menghambat ekspor.
Regulasi harga dan impor gula ke AS mempengaruhi dampak dari kenaikan harga gula, namun negara-negara berkembang dan petani subsisten akan merasakan dampaknya yang paling parah, ungkap Joseph Glauber, peneliti senior di International Food Policy Research Institute.
“Tidak diragukan bahwa harga gula saat ini sangat tinggi dan akan tetap tinggi hingga kita melihat El Nino mereda,” kata Glauber, merujuk pada peristiwa iklim berkala yang diperkirakan akan semakin mempercepat suhu global pada tahun ini.
“Permasalahannya adalah keterjangkauan. Di AS dan negara-negara berpendapatan tinggi lainnya akan terjadi peningkatan biaya pangan yang akan dirasakan oleh rumah tangga, khususnya rumah tangga yang lebih miskin, namun lain ceritanya jika negara-negara yang 40 persen pengeluarannya adalah untuk makanan, hal ini akan sangat terdampak.”
Glauber menambahkan, “Ada kekhawatiran mengenai dampak perubahan iklim dalam jangka panjang dengan perpindahan area tanam dan volatilitas harga barang-barang seperti beras dan gula yang lebih tinggi.”