Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, berpendapat bahwa serangan balasan Iran terhadap Israel berpotensi meningkatkan ketegangan politik di wilayah Timur Tengah. Menurutnya, Iran tidak bertindak gegabah dalam serangan tersebut karena telah memperoleh dukungan dari negara-negara sekutunya.
Di sisi lain, Iran juga diyakini menyadari bahwa terlibat langsung dalam konflik bersenjata dengan menyerang Israel dapat melibatkan kekuatan global lainnya. Yon mengatakan bahwa tanpa dukungan dari negara sekutunya seperti Rusia dan China, Iran kemungkinan tidak seberani untuk melakukan serangan. Ia juga menyinggung bahwa kesabaran Iran terus diuji sejak terbunuhnya komandan Pasukan Quds, Qasem Soleimani beberapa tahun lalu.
Yon menilai bahwa eskalasi konflik ini akan membagi negara-negara Arab menjadi dua kubu, yaitu yang mendukung perlawanan terhadap Israel seperti Iran, Suriah, Lebanon, dan Yaman, serta yang enggan terlibat dan menolak wilayahnya digunakan sebagai pangkalan militer jika AS terlibat dalam pertempuran.
Mengenai dukungan Gedung Putih terhadap Israel, Yon menekankan perlunya melihat sejauh mana dukungan tersebut diberikan. Jika AS dapat mencegah Iran terlibat langsung dalam konflik dengan Israel, maka pendekatan diplomasi akan menjadi lebih diperlukan.
Yon juga menyoroti kemungkinan AS akan mengerahkan militer jika Iran terus melancarkan serangan dalam beberapa hari ke depan. Namun, kondisi domestik AS mungkin tidak mendukung langkah tersebut karena dianggap membantu Israel, bukan sebagai ancaman langsung terhadap AS.
Ia juga menyampaikan bahwa pesan dari serangan Iran ke Israel adalah sebagai peringatan bahwa gempuran militer Israel ke Jalur Gaza harus segera dihentikan. Jika Israel mundur dari Jalur Gaza, Iran akan menghentikan serangannya. Selain itu, serangan Iran juga dapat mengancam lalu lintas perdagangan global di Selat Hormuz dan Laut Merah.
