Pada sebuah Sabtu sore yang cerah, suasana penuh kegembiraan terjadi di sebuah pesta ulang tahun anak-anak. Dikelilingi oleh hiruk pikuk suara tawa dan kegembiraan, para tamu kecil berlarian di antara meja makanan dan permainan yang disediakan. Cupcake yang setengah dimakan, remah biskuit, dan permen-permen berserakan di lantai, memberikan kesan riuh dan berantakan namun tetap menyenangkan.
Dengan kecepatan yang sepertinya tak bisa dihentikan, anak-anak itu seakan memiliki energi luar biasa yang membuat mereka terus bersemangat dan aktif sepanjang hari.
Tapi Apakah Gula yang Harus Disalahkan?
Dilansir dari Science Alert, Sabtu (3/8/2024), keyakinan bahwa mengonsumsi makanan dan minuman manis dapat menyebabkan hiperaktif sudah ada sejak dulu. Oleh karena itu, para orang tua telah membatasi asupan makanan anak mereka.
“Gizi seimbang sangat penting selama masa kanak-kanak,” kata Amy Reichelt, Dosen Senior dan Ahli saraf nutrisi Universitas Adelaide, Australia.
“Sebagai seorang ahli saraf yang telah mempelajari efek negatif dari diet “junk food” yang tinggi gula terhadap fungsi otak, saya dapat dengan yakin mengatakan bahwa konsumsi gula yang berlebihan tidak memiliki manfaat bagi otak anak,” tambahnya.
Faktanya, studi neuroimaging (teknik yang menghasilkan gambar otak tanpa membutuhkan pembedahan) menunjukkan otak anak-anak yang mengonsumsi lebih banyak makanan ringan olahan memiliki volume yang lebih kecil, terutama di bagian korteks frontal, dibandingkan dengan anak-anak yang mengonsumsi makanan yang lebih sehat.
Namun, bukti ilmiah saat ini tidak mendukung klaim bahwa gula membuat anak menjadi hiperaktif.
Mitos Hiperaktif
Gula adalah sumber bahan bakar untuk tubuh. Mitos hiperaktif yang disebabkan oleh gula dapat ditelusuri dari beberapa penelitian yang dilakukan pada tahun 1970-an dan awal 1980-an.
Penelitian-penelitian tersebut difokuskan pada “Diet Feingold” sebagai pengobatan untuk apa yang sekarang kita sebut sebagai Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), sebuah profil neurodivergen di mana masalah kurangnya perhatian atau hiperaktif dan impulsif dapat berdampak negatif pada sekolah, pekerjaan atau hubungan.
Dirancang oleh ahli alergi pediatrik Amerika, Benjamin Feingold, diet ini sangat ketat. Pewarna buatan, pemanis (termasuk gula) dan perasa, salisilat termasuk aspirin, dan tiga pengawet (hidroksianisol butil, hidroksioluen butil, dan tert-Butrylhdryquinone) dihilangkan.
Salisilat terdapat secara alami dalam banyak makanan sehat, termasuk apel, buah beri, tomat, brokoli, mentimun, paprika, kacang-kacangan, rempah-rempah, dan beberapa biji-bijian. Jadi, selain menghilangkan makanan olahan yang mengandung pewarna, perasa, pengawet, dan pemanis buatan, diet Feingold juga menghilangkan banyak makanan bergizi yang bermanfaat untuk perkembangan yang sehat.
Namun, Feingold percaya bahwa menghindari bahan-bahan ini dapat meningkatkan fokus dan perilaku. Dia melakukan beberapa penelitian kecil, yang menurutnya menunjukkan sebagian besar anak hiperaktif memberikan respons positif terhadap dietnya.