Sam Perlo-Freeman, koordinator penelitian untuk kelompok Campaign Against Arms Trade, mengatakan bahwa pengumuman Inggris merupakan langkah yang terlambat, namun disambut baik. Meski demikian, dia menambahkan, “Sangat keterlaluan dan tidak dapat dibenarkan bahwa suku cadang untuk jet tempur F-35 tidak termasuk dalam ekspor yang ditangguhkan.”
Langkah pemerintah tersebut dilakukan setelah dua kelompok, organisasi hak asasi manusia Palestina Al-Haq dan Global Legal Action Network yang berbasis di Inggris, mengajukan gugatan hukum yang bertujuan memaksa Inggris berhenti memberikan lisensi apa pun untuk ekspor senjata ke Israel.
Dearbhla Minogue, pengacara untuk Global Legal Action Network, menyatakan bahwa keputusan penting pemerintah Inggris membenarkan semua yang telah dikatakan warga Palestina selama berbulan-bulan.
Pemerintah Inggris yang berhaluan kiri-tengah di bawah Perdana Menteri Keir Starmer, yang terpilih pada bulan Juli, telah menghadapi tekanan dari beberapa anggota dan anggota parlemen sendiri untuk memberikan lebih banyak tekanan pada Israel agar menghentikan pembantaian.
Berbeda dengan sikap pendahulunya dari Partai Konservatif, pemerintah Starmer mengatakan pada bulan Juli bahwa Inggris tidak akan campur tangan dalam permintaan Mahkamah Pidana Internasional atas surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Starmer juga memulihkan pendanaan terhadap badan bantuan PBB untuk Palestina (UNRWA) yang telah ditangguhkan oleh pemerintah konservatif Rishi Sunak pada bulan Januari.
Lammy, yang telah mengunjungi Israel dua kali dalam dua bulan terakhir sebagai bagian dari upaya Barat untuk mendorong gencatan senjata, mengatakan dia adalah seorang Zionis dan sahabat Israel, namun dia menggarisbawahi bahwa kekerasan di Jalur Gaza mengerikan.
“Tindakan Israel di Jalur Gaza terus menyebabkan hilangnya banyak nyawa warga sipil, kerusakan luas pada infrastruktur sipil, dan penderitaan luar biasa,” ujarnya.