Pemerintah Indonesia sedang melaksanakan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke, provinsi Papua Selatan, di bidang pertanian untuk mencapai swasembada. Langkah ini telah menuai kritik karena dianggap merusak lingkungan setempat.
Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke, provinsi Papua Selatan dimulai pada 12 Juli 2024, ketika Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Siti Nurbaya, mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 835 Tahun 2024. Keputusan tersebut memberikan persetujuan untuk menggunakan kawasan hutan dalam pembangunan sarana dan prasarana ketahanan pangan. Persetujuan tersebut diberikan oleh Kementerian Pertahanan RI demi kepentingan pertahanan dan keamanan. Wilayahnya mencapai 13.540 hektar, di kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi Tetap, dan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.
Proyek ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) Kawasan Pengembangan Pangan dan Energi Merauke, yang bertujuan menciptakan 1 juta hektar lahan sawah.
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (PUSAKA) mencatat bahwa lokasi proyek ini terletak di kawasan hutan adat dan terdapat lokasi dengan nilai konservasi yang tinggi. Perwakilan pemilik tanah di Distrik Ilwayab, Marga Gebze Moyuend, dan Gebze Dinaulik mengatakan bahwa tanah mereka telah digusur.
“Proyek ini melanggar hak hidup, hak masyarakat adat, dan merusak lingkungan hidup sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan, serta prinsip Free Prior Informed Consent,” kata Direktur PUSAKA, Franky Samperante.
Prinsip FPIC adalah ketentuan bahwa sebelum proyek dimulai, masyarakat harus diberi informasi mengenai proyek pembangunan yang akan dilaksanakan di wilayah adat mereka, serta diberi kebebasan untuk berunding dan membuat keputusan apakah menerima atau menolak proyek tersebut.
“Pemerintah, pengembang proyek, dan perusahaan tidak melaksanakan hal ini,” tambah Franky.
PUSAKA juga mencurigai bahwa proyek PSN Merauke mencetak lahan sawah baru satu juta hektar dan pembangunan sarana dan prasarana ketahanan pangan ini belum memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan.
“Masyarakat terdampak langsung dan organisasi lingkungan hidup tidak dilibatkan sejak awal pembahasan kerangka acuan dan penilaian Amdal serta belum menerima informasi dokumen lingkungan,” ungkap Franky.
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua juga mengkritik proyek tersebut dengan meminta pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta 10 perusahaan pelaksana Proyek Strategis Nasional di Merauke untuk menghentikan penghancuran Taman Nasional, Suaka Margasatwa, dan Cagar Alam yang dilindungi. Emmanuel Gobay, Direktur LBH Papua, mengingatkan bahwa perlindungan kawasan tersebut sudah diatur sebelum adanya proyek tersebut.
LBH Papua mencatat bahwa setidaknya ada tujuh keputusan menteri yang menjamin perlindungan kawasan tersebut. Namun, wilayah operasi 10 perusahaan pelaksana PSN di Merauke tersebut jelas berada dalam kawasan Taman Nasional, Suaka Margasatwa, dan Cagar Alam.
“Pengembangan PSN Tebu, Bioetanol, dan Padi di Kabupaten Merauke akan menghancurkan eksistensi Taman Nasional, Suaka Margasatwa, dan Cagar Alam di Kabupaten Merauke,” jelas Gobay.
LBH Papua selaku kuasa hukum Marga Kwipalo, Gebze, dan Moiwend meminta kepada presiden untuk menghentikan PSN di Merauke ini dan menuntut kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah Propinsi Papua Selatan dan Kabupaten Merauke, serta perusahaan pelaksana PSN.
Di Jakarta, Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, memastikan bahwa berbagai PSN yang dilaksanakan Kementerian Pertanian saat ini berjalan dengan baik. Program-program seperti food estate dan cetak sawah di Merauke telah berjalan dengan lancar untuk memperkuat ketahanan pangan dan menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, saat kunjungan ke Merauke pada bulan Agustus lalu, kembali menegaskan komitmen pemerintah untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai lumbung pangan dunia. Dia menginstruksikan pembuatan plot pertanaman padi seluas satu hektar di sepanjang jalan setiap lima kilometer. Selain itu, optimalisasi lahan tahap pertama di beberapa distrik di Merauke juga akan diperluas. Upaya ini dilakukan untuk memenuhi target swasembada pangan dan mempercepat pertumbuhan padi.
Pemerintah terus melanjutkan Proyek Strategis Nasional tersebut meskipun mendapat kritik dari berbagai pihak.