Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, baru saja mengumumkan kebijakan strategis terbaru pemerintah yang bertujuan untuk memperketat aturan tentang penyimpanan hasil ekspor dari sektor sumber daya alam. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 tahun 2025 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Eksploitasi, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Menurut Prabowo, kebijakan ini dirancang untuk memaksimalkan penggunaan hasil sumber daya alam Indonesia demi kemakmuran bangsa dan rakyat. Dengan menyimpan devisa dalam negeri, diharapkan akan terjadi peningkatan cadangan devisa Indonesia yang pada akhirnya akan berdampak positif pada stabilitas nilai tukar rupiah.
Prabowo juga menyoroti bahwa sejauh ini, dana devisa dari ekspor, terutama dari sektor sumber daya alam, umumnya disimpan di luar negeri, sehingga tidak memberikan manfaat optimal bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk menetapkan kebijakan baru ini agar dana devisa hasil ekspor sumber daya alam dapat dikelola secara lebih efektif di dalam negeri. Kebijakan ini akan berlaku 100% untuk sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, namun sektor minyak dan gas akan tetap dikecualikan sesuai dengan ketentuan PP 36 tahun 2023.
Dengan penerapan kebijakan ini, Prabowo optimis bahwa pendapatan ekspor Indonesia dapat meningkat hingga 80 miliar dolar AS. Dia menyebutkan bahwa jika kebijakan ini dilaksanakan selama 12 bulan penuh, pendapatan ekspor Indonesia bahkan dapat mencapai lebih dari 100 miliar dolar AS. Prabowo menekankan bahwa kebijakan ini akan berlaku mulai 1 Maret 2025, dan diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian Indonesia ke depan.