Pengadilan Militer II-08 Jakarta seharusnya mempertimbangkan hak korban akibat penderitaan dari tindak pidana para terdakwa. Meskipun LPSK menghormati putusan Pengadilan Militer II-08 Jakarta yang menolak permohonan biaya ganti rugi dalam kasus penembakan pemilik rental mobil di Rest Area KM45, Tol Tangerang-Merak, Banten, ada beberapa hal yang perlu ditekankan. Menurut Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Sri Nurherwati, restitusi merupakan hak korban yang menjadi tanggung jawab pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang sah.
Sri menyatakan bahwa Pengadilan Militer II-08 Jakarta seharusnya mempertimbangkan hak dari korban akibat penderitaan yang diakibatkan dari tindak pidana para terdakwa. Meskipun salah satu alasan hakim menolak permohonan restitusi adalah karena keluarga korban telah menerima santunan, Sri memberikan klarifikasi bahwa santunan dan restitusi memiliki makna yang berbeda. Santunan bersifat berkaitan dengan duka cita dan rasa sakit, sementara restitusi merupakan hak dari korban akibat penderitaan yang diakibatkan oleh tindakan pelaku.
Dalam sidang pembacaan vonis, hakim militer menilai bahwa ketiga terdakwa tidak mampu secara finansial membayar nilai restitusi yang diajukan oleh LPSK. Sri menekankan pentingnya perhitungan nilai restitusi oleh hakim militer sebagai bagian dari tanggung jawab pelaku terhadap korban. LPSK akan berkoordinasi dengan oditur militer terkait pertimbangan restitusi, dengan harapan restitusi bisa dimasukkan dalam memori banding. Selama ini, penderitaan korban sering kali tidak dipertimbangkan dalam persidangan, fokus utama pada hukuman badan dan denda.
Oditur Militer sebelumnya menuntut ketiga terdakwa untuk membayar restitusi kepada korban atas kasus penembakan bos rental mobil. Meskipun tuntutan tersebut telah disampaikan, Pengadilan Militer II-08 Jakarta akhirnya menolak permohonan biaya ganti rugi kepada korban. Hal ini menunjukkan perlunya pertimbangan lebih lanjut terkait hak korban dan tanggung jawab pelaku dalam kasus tersebut.