Kontroversi seputar influencer Korea yang minum ASI ibu Filipina untuk konten media sosial masih terus memanas. Meskipun ia membela tindakannya dengan mengatakan bahwa itu adalah bagian dari ‘misi penyadaran’ sosial, namun banyak pihak yang tidak menerima alasan tersebut. Mantan Kepala Unit Investigasi Kriminal Internasional Kepolisian Metropolitan Seoul, Kim Eun-bae menyatakan bahwa memberi uang langsung kepada bayi adalah tindakan yang merendahkan martabat ibu dan anak. Tindakan ini tidak hanya dipandang sebagai eksploitasi, namun juga merusak citra Korea Selatan di mata dunia.
Reaksi publik terhadap kasus ini cukup keras, baik di Korea Selatan maupun di berbagai belahan dunia. Banyak yang mengecam sang influencer karena dianggap memanfaatkan kondisi kemiskinan dan mengobjektifikasi perempuan demi popularitas. Beberapa warganet bahkan menyebut tindakan tersebut sebagai lelucon yang keterlaluan, menyatakan bahwa hal tersebut tidak seharusnya dilakukan. Kasus ini memantik debat tentang batasan-batasan dalam dunia konten media sosial dan moralitas yang perlu ditegakkan.
Selain itu, praktik jual beli ASI secara tidak terkontrol juga menimbulkan risiko besar, seperti penularan penyakit berbahaya termasuk HIV dan hepatitis B. Meskipun di beberapa budaya, seperti di Tiongkok, ASI dianggap sebagai tonik kesehatan, namun dalam konteks kasus ini, hal tersebut menimbulkan kekhawatiran akan dampak yang lebih luas. Kritik dan kontroversi terus bergulir, menyorot pentingnya etika dan kesadaran sosial dalam setiap tindakan yang dilakukan, terutama di era digital seperti saat ini.