Sektor pertanian di Pakistan mengalami penurunan yang signifikan, dengan pertumbuhan hanya 0,56 persen. Produksi kapas, gandum, dan jagung mengalami penurunan yang mencolok, disebabkan oleh berbagai faktor seperti kekurangan air, tata kelola input yang buruk, korupsi, dan perubahan iklim. Kondisi ini dianggap sebagai yang terburuk dalam sejarah pertanian Pakistan. Sayangnya, reformasi agraria masih belum menjadi prioritas dalam agenda kebijakan pemerintah pusat.
Di sektor manufaktur, produksi skala besar menurun 1,5 persen, sementara sektor jasa tumbuh 2,91 persen namun pertumbuhan ini lebih terpusat di kota-kota besar. Tingginya biaya energi, pembatasan impor, kebijakan proteksionis, dan korupsi sistemik menjadi faktor yang melemahkan daya saing nasional.
Pemerintah mengklaim penurunan inflasi dari 25 persen menjadi 4,7 persen sebagai keberhasilan, namun hal ini terjadi atas dasar kebijakan penghematan besar-besaran atas desakan IMF. Subsidi untuk bahan makanan, bahan bakar, dan listrik dipangkas, sementara anggaran pembangunan dikurangi. Hal ini menyebabkan beban meningkat bagi masyarakat, dengan penurunan upah riil dan kenaikan tagihan listrik.
Meskipun surplus fiskal primer sebesar 3 persen dari PDB, namun hal ini tidak berasal dari reformasi struktural. Pemangkasan anggaran pembangunan dan penerapan pajak regresif, termasuk pungutan minyak, justru memperbesar kesenjangan dan mengurangi ruang untuk berinvestasi dalam sektor vital seperti kesehatan, pendidikan, dan adaptasi perubahan iklim.