Tren cucu bayaran di Tiongkok semakin populer akhir-akhir ini, terutama di kalangan pemuda usia 16-24 tahun. Hal ini disebabkan oleh tingkat pengangguran yang tinggi, mencapai 15,8 persen pada April 2024. Bagi sebagian anak muda, menjadi cucu penuh waktu bukanlah langkah mundur, melainkan bentuk adaptasi terhadap kondisi ekonomi dan sosial yang sulit.
Para cucu bayaran ini tidak hanya membantu lansia, tetapi juga merasa mendapatkan kedewasaan dan refleksi pribadi dari pengalaman tersebut. Bagi sebagian dari mereka, setiap hari bersama kakek-nenek adalah bagian dari hitungan mundur dalam hidup yang singkat ini. Mereka mengajak kakek-nenek mereka keluar minum teh susu kekinian, atau makan di restoran tren untuk memberikan warna pada kehidupan.
Meskipun banyak yang memuji tren ini, tidak sedikit yang mempertanyakan aspek sosial dan ekonominya. Ada yang menyarankan bahwa tidak semua kakek-nenek memiliki dana pensiun yang mencukupi untuk membayar cucunya. Hal ini menjadi perdebatan di media sosial, seperti yang diutarakan oleh seorang netizen yang mengungkapkan bahwa kakeknya hanya menerima 100 yuan pensiun setiap bulannya.
Tentu saja, tren ini tidak luput dari pro dan kontra. Meskipun banyak yang mendukung ide ini sebagai bentuk hubungan yang lebih erat antara generasi muda dan lansia, namun kenyataan sosial dan ekonomi yang mendasarinya juga perlu diperhatikan dengan serius.