Pacu Jalur Kuantan Singingi Riau: Makna dan Filosofi yang Mendalam

Perlombaan perahu tradisional Pacu Jalur kembali menjadi sorotan publik belakangan ini. Rekaman para pendayung cilik yang kompak memutar tangan dan tubuh demi menjaga keseimbangan jalur saat melaju di Sungai Kuantan, Riau, viral di media sosial. Tradisi Pacu Jalur, selain memikat masyarakat Indonesia, juga menarik perhatian kreator konten mancanegara. Lebih dari sekadar perlombaan perahu panjang, Pacu Jalur mengandung makna filosofis yang dalam bagi masyarakat Kuantan Singingi, Riau. Nilai-nilai kebersamaan, semangat juang, dan penghormatan terhadap alam menjadikan tradisi ini terus dilestarikan.

Proses pembuatan jalur, sebutan untuk perahu panjang khas Kuantan, melibatkan ritual khusus sejak menebang pohon bahan baku. Jalur diisi oleh 50 hingga 60 orang dengan peran masing-masing. Anak Coki, posisi paling depan dalam perahu, umumnya diisi oleh anak-anak karena bobot tubuh mereka yang ringan membuat perahu melaju lebih cepat dan stabil. Gerakan tari mereka bukan hanya hiburan, tapi juga sarat makna. Ketika memimpin lomba, Anak Coki menari penuh semangat dan sujud syukur di akhir lomba sebagai ungkapan terima kasih kepada Sang Pencipta.

Setiap gerakan Anak Coki memiliki filosofi tersendiri, misalnya lambaian tangan ke arah sungai sebagai penghormatan kepada Batang Kuantan. Gerakan lain menggambarkan ketangkasan, harmoni, rasa syukur, dan semangat perjuangan. Musik tradisional seperti gendang dan serunai turut menghidupkan suasana lomba. Gerakan lincah para penari cilik di atas jalur kembali viral melalui tren “Aura Farming”, menunjukkan semangat dan kepercayaan diri sang penari yang memikat jutaan penonton dari berbagai belahan dunia.

Festival Pacu Jalur selalu dinanti banyak orang, baik warga lokal maupun wisatawan, karena keunikan dan kekayaan maknanya. Dengan semua aspek filosofis, budaya, dan semangat yang dimiliki, Pacu Jalur tetap menjadi tradisi yang diperjuangkan dan dilestarikan oleh masyarakat Kuantan Singingi, Riau.

Source link