Malam Syahdu Jazz Gunung 2025: Jazz Prancis & Dingin Bromo

Malam yang Dingin di Jazz Gunung 2025

Di antara pohon cemara yang menjulang di lereng Gunung Bromo, sebuah peristiwa budaya tak biasa tercatat. Suasana dingin menyelimuti desa Wonokerto, Sekapura, Kabupaten Probolinggo pada malam itu, dengan suhu turun hingga 12 derajat Celsius. Masyarakat dari berbagai kelompok usia berkumpul di Amphitheatre Jhiwa Jawa untuk sebuah acara yang sangat dinantikan.

Malam itu, para penonton datang dengan semangat yang sama, yaitu untuk menikmati musik Jazz yang tak biasa. Mereka siap menyaksikan bagaimana musik kontemporer dari Prancis, yang dipersembahkan oleh trio Rouge, bisa menemukan tempatnya di tengah heningnya lanskap Tengger.

Rouge, terdiri dari tiga musisi Prancis, yaitu Madeleine Cazenave (piano), Sylvain Didou (kontrabas), dan Boris Louvet (drum dan elektronik), telah dikenal dengan pendekatan meditatif dalam musik jazz mereka. Namun, malam itu, mereka lebih dari sekadar tampil di atas panggung. Mereka meresapi suasana sekitar dan memainkan alunan musik yang menyentuh hati penonton.

Tanpa kata-kata yang banyak, Rouge memulai penampilan mereka dengan menenangkan kabut yang turun perlahan-lahan dari langit. Musik mereka tidak ‘bernyanyi’, tapi berbicara dengan lembut kepada siapa saja yang bersedia mendengar. Penonton pun mendengarkan dengan khusyuk, seolah sedang dalam keadaan berdoa.

Jazz Gunung, yang telah menjadi festival musik terkenal selama 17 tahun, memberikan panggung bagi penampilan yang tak hanya sekadar hiburan, tapi juga merupakan pengalaman keintiman. Rouge membawa materi dari album Vermeilles, sebuah karya musik yang sarat makna.

Meski cuaca dan suasana malam itu cukup menantang dengan suhu yang dingin, tak seorang pun dari penonton memilih untuk pergi lebih awal. Mereka terpaku dengan penampilan Rouge yang menghadirkan kehangatan bukan hanya melalui tempo musik, tapi juga melalui empati yang terpancar dalam alunan musik mereka.

Penampilan Rouge juga dianggap sebagai bagian dari tur budaya dalam rangka merayakan 75 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Prancis. Mereka tidak hanya datang untuk tampil, tapi juga untuk belajar tentang ruang dan keunikan musik Jazz Gunung. Rouge telah berhasil menyatukan penonton dari berbagai usia dan latar belakang dalam suasana musik yang tak akan terlupakan.

Setelah lagu terakhir selesai dimainkan, penonton tak sepenuhnya langsung bersorak atau berdiri. Mereka tenggelam dalam keheningan yang panjang, seakan memberikan waktu pada diri mereka untuk meresapi setiap nada yang dipersembahkan oleh Rouge. Malam yang dingin di Jazz Gunung 2025 telah menjadi malam yang penuh keindahan, di mana musik dari Prancis menemukan rumah barunya di tengah keheningan Bromo dan kehangatan masyarakat Tengger.

Source link