Mahkamah Internasional (ICJ) telah mengklaim bahwa setiap individu memiliki hak untuk memiliki lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan, dan bahwa negara memiliki kewajiban hukum untuk melindungi planet ini dari dampak perubahan iklim. ICJ juga menekankan bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak asasi warga negaranya dari dampak perubahan iklim, baik untuk generasi sekarang maupun mendatang. Presiden ICJ, Yuji Iwasawa, mengidentifikasi emisi gas rumah kaca sebagai ancaman eksistensial yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan memiliki dampak lintas batas, sehingga kerja sama antarnegara dan penetapan target iklim nasional yang ambisius sangatlah penting.
Putusan ini disambut dengan baik oleh Vishal Prasad dari Pacific Islands Students Fighting Climate Change, yang menyebutnya sebagai “jalur hidup” bagi negara-negara kecil yang paling terdampak oleh perubahan iklim. Sementara Mary Robinson, mantan Komisaris Tinggi HAM PBB dan anggota The Elders, menyatakan bahwa putusan ICJ merupakan “alat baru yang ampuh” untuk melindungi umat manusia dari dampak perubahan iklim, dan merupakan langkah penting menuju akuntabilitas global.
Kasus ini berawal dari inisiatif mahasiswa Kepulauan Pasifik yang mendorong pemerintah mereka untuk mengklarifikasi tanggung jawab negara atas krisis iklim, yang kemudian diikuti dengan permintaan resmi dari Vanuatu kepada ICJ. Setelah mendengarkan kesaksian dari hampir 100 negara dan 12 organisasi internasional, ICJ menyatakan bahwa negara-negara memiliki kewajiban hukum untuk melindungi iklim dan hak generasi sekarang dan mendatang dari dampak emisi gas rumah kaca.
Meskipun penandatanganan Perjanjian Paris 2015 diyakini sebagai dasar hukum untuk mengatasi perubahan iklim, presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik negaranya dari perjanjian tersebut. Para ahli menganggap bahwa sementara Perjanjian Paris penting, kemungkinan ada instrumen hukum lain yang diperlukan untuk menangani kompleksitas krisis iklim. Sebagai contoh, Joie Chowdhury dari Pusat Hukum Lingkungan Internasional mengatakan bahwa, meskipun perjanjian iklim tetap penting, berbagai instrumen hukum lain juga bisa diperlukan untuk menangani masalah tersebut.