Peringatan 20 Tahun Perjanjian Damai Aceh: Sinergi Masyarakat untuk Menjaga Fondasi Perdamaian
Dua dekade setelah penandatanganan Perjanjian Damai Aceh yang mengakhiri konflik bersenjata terpanjang di Indonesia, kerjasama antara akademisi, media, organisasi masyarakat sipil, dan dukungan negara-negara mitra ASEAN terus menguatkan fondasi perdamaian. Peran ASEAN tercermin melalui Aceh Monitoring Mission (AMM) yang memantau kesepakatan dengan netral. Selain itu, kontribusi dari kalangan akademisi, jurnalis, dan organisasi masyarakat sipil telah membentuk opini publik, membangun kepercayaan, memfasilitasi dialog, dan mendorong rekonsiliasi berkelanjutan.
Sinergi ini tidak hanya menjaga perdamaian pada awalnya, tetapi juga memperkuat fondasinya hingga 20 tahun kemudian. Pesan ini menjadi sorotan pada Forum Peringatan 20 Tahun Perjanjian Damai Aceh yang diadakan oleh ERIA School of Government di Jakarta. Dekan ERIA School of Government, Prof. Nobuhiro Aizawa, menegaskan pentingnya menjaga perdamaian Aceh sebagai pencapaian berharga. Dia menyoroti arti pentingnya perdamaian Aceh di mata dunia, keputusan-keputusan kecil yang berperan besar dalam kesuksesan proses perdamaian, serta pentingnya persiapan generasi penerus untuk melanjutkan kepercayaan yang telah dibangun.
Mantan Wakil Kepala AMM, Jenderal Nipat Thonglek, juga memperkuat pandangan tersebut dengan menceritakan bagaimana tim pemantau membantu menciptakan rasa aman pasca perjanjian. Mereka tidak hanya mengamati, tetapi juga menjadi penghubung yang memastikan semua pihak memenuhi komitmen mereka. Dengan kerjasama dari berbagai pihak, perdamaian Aceh terus dijaga dan fondasinya tetap kuat selama 20 tahun terakhir.