Berita  

Menlu Sugiono hadiri KTT SCO 2025 di Tianjin

Shanghai Cooperation Organization (SCO) awalnya dibentuk pada tahun 1996 sebagai blok keamanan yang dikenal sebagai “Shanghai Five”. Blok ini terdiri dari China, Rusia, Kazakhstan, Kirgizstan, dan Tajikistan, bertujuan untuk menyelesaikan sengketa perbatasan pasca akhir Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet. Perkembangan selanjutnya terjadi pada Juni 2001, ketika Uzbekistan bergabung dengan kelompok ini, yang kemudian evolusi menjadi SCO dengan markas besar di Beijing. Perluasan terus berlanjut dengan bergabungnya India dan Pakistan pada tahun 2017, Iran pada tahun 2023, dan Belarus pada tahun 2024 sebagai anggota penuh.

Selain anggota SCO, terdapat 14 mitra dialog utama di organisasi ini, seperti Arab Saudi, Mesir, Turki, Myanmar, Sri Lanka, dan Kamboja. Secara total, negara-negara anggota SCO mencakup 43 persen populasi dunia dan berkontribusi sekitar 23 persen dari perekonomian global.

Meskipun begitu, identitas dan visi SCO masih seringkali dipertanyakan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Alejandro Reyes, seorang profesor tamu di Universitas Hong Kong, peran dan tujuan sebenarnya dari organisasi ini masih perlu dipertegas. Pasca Perang Dunia II, Amerika Serikat memiliki kendali besar dalam organisasi multilateral seperti PBB, Bank Dunia, dan IMF. Namun, dengan munculnya kekuatan ekonomi baru dan perubahan dalam geopolitik global, organisasi seperti BRICS dan SCO muncul sebagai wadah untuk representasi negara-negara Global South.

Pertemuan di Tianjin beberapa waktu yang lalu disebut sebagai KTT SCO terbesar dalam sejarah, yang menetapkan arah perkembangan organisasi untuk dekade ke depan. Pemimpin dunia seperti Vladimir Putin, Narendra Modi, Masoud Pezeshkian, Kassym-Jomart Tokayev, Recep Tayyip Erdogan, Antonio Guterres, Kao Kim Hourn, Anwar Ibrahim, dan Hun Manet hadir dalam forum ini.

Source link