Malam budaya di Kota Pelajar semakin ramai dengan pertunjukan kolaboratif “Monster Wanamarta” di Grha Budaya, Taman Budaya Embung Giwangan, Kota Yogyakarta, pada Jumat malam. Pertunjukan ini memadukan berbagai seni, seperti wayang kulit, wayang wong, tari, teater modern, dan teknologi visual digital, yang dimainkan oleh anak-anak dan remaja berbakat. Karya spektakuler ini merupakan bagian dari acara Ruang Masyarakat Ketemu dan Rakernas Jaringan Kota Pusaka Indonesia 2025, yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta untuk memperkuat minat generasi muda terhadap warisan budaya Nusantara.
“Monster Wanamarta” mengisahkan Pandhawa yang diasingkan ke hutan Wanamarta bersama dengan tiga anak manusia yang tanpa sengaja ikut terperangkap dalam petualangan menegangkan di hutan misterius tersebut. Cerita ini tidak hanya menghadirkan nuansa epik, tapi juga sentuhan komedi dan dialog kekinian yang membuat penonton muda merasa terhibur. Dengan tata cahaya modern, efek visual digital, dan perpaduan musik tradisional dan kontemporer, pertunjukan ini memberikan pengalaman yang segar dan berbeda.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, mengungkapkan bahwa “Monster Wanamarta” menjadi bukti bahwa warisan budaya bisa dihidupkan kembali dengan cara yang baru tanpa kehilangan nilai-nilai budaya yang kuat. Ia juga mengapresiasi kerja keras para seniman muda yang telah menunjukkan dedikasi dalam pertunjukan ini. Selain itu, pertunjukan ini juga menarik minat penonton asing, seperti Saki Maeta, mahasiswa pertukaran asal Jepang, yang sangat terpesona dengan kekayaan budaya Yogyakarta.
“Monster Wanamarta” berhasil menunjukkan bahwa seni tradisi dapat dihidupkan dengan inovasi dan teknologi, memberikan pesan moral tentang keberanian, persahabatan, dan cinta tanah air. Pertunjukan ini bukan hanya hiburan semata, tetapi juga sarana edukatif yang inspiratif bagi penonton dari berbagai kalangan.