Federasi Malaysia meraih kemerdekaan dari Inggris pada 31 Agustus 1957. Upacara penyerahan kekuasaan berlangsung khidmat di tengah malam, disaksikan oleh ribuan warga yang berbaris dalam gelap selama dua menit untuk merayakan momen sejarah ini.
Setelah bendera baru dikibarkan, massa bersama-sama meneriakkan “Merdeka!” sebanyak tujuh kali. Tunku Abdul Rahman, perdana menteri yang memimpin negosiasi dengan Inggris, diakui sebagai Bapak Kemerdekaan dalam acara tersebut.
Dalam pidato tengah malamnya, Tunku menekankan pentingnya hari itu sebagai saat yang monumental bagi rakyat Malaysia. Ucapan selamat juga disampaikan oleh berbagai pemimpin negara Persemakmuran. Perdana Menteri Inggris Harold Macmillan mengungkapkan harapannya untuk masa depan Malaysia dan Persemakmuran.
Meskipun Malaysia tetap menjadi bagian dari Persemakmuran, beberapa hari setelah kemerdekaan, Tuanku Abdul Rahman diangkat sebagai kepala negara pertama. Tunku adalah pemimpin yang tidak sembarangan, lulusan Cambridge yang kembali ke Malaysia setelah Perang Dunia II dan mendapati negara masih dalam keadaan darurat militer karena serangan kelompok komunis.
Kemenangan besar Partai Aliansi yang didirikan oleh Tunku pada Pemilu 1955 membawanya menjadi Menteri Utama. Ia berhasil menghentikan keadaan darurat, memberikan amnesti kepada gerilyawan komunis, dan memimpin perundingan dengan Inggris hingga kemerdekaan tercapai.
Setelah merdeka, Tunku mendorong reformasi untuk berbagi kekuasaan dengan para sultan dan raja di semenanjung, namun ketegangan etnis masih ada. Pada 1963, Malaysia bergabung dengan Sabah, Sarawak, dan Singapura menjadi Federasi Malaysia. Persaingan dengan Lee Kuan Yew membuat Singapura keluar pada 1965, memperdalam ketegangan etnis di Malaysia.
Pada 1969, terjadi kerusuhan rasial yang mengakibatkan ribuan kematian, terutama di kalangan etnis Tionghoa. Di bawah kondisi darurat, Tunku Abdul Rahman akhirnya memilih untuk mundur dari jabatannya. Namun, namanya tetap dikenang sebagai tokoh penting yang membawa Malaysia menuju kemerdekaan.