Seorang pekerja di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima terdeteksi memiliki tingkat radiasi tinggi di hidungnya berdasarkan laporan pihak berwenang. Hal tersebut menjadi salah satu pengingat akan risiko yang masih melekat dalam upaya pembersihan fasilitas yang lumpuh pada tahun 2011 lalu ini sebagaimana dilansir Strait Times, Senin (18/12/2023).
Operator Tokyo Electric Power (Tepco) menyatakan pada Kamis (14/12), pihak berwenang telah melaporkan pada Senin (11/12) bahwa wajah pekerja tersebut kemungkinan telah terpapar bahan radioaktif ketika ia melepas masker wajah setelah menyelesaikan pekerjaannya.
Meski demikian, pekerja tersebut tidak menunjukkan dampak negatif terhadap kesehatannya dan pemindaian seluruh tubuhnya tidak mengindikasikan adanya kontaminasi internal. Namun, analisis lengkap mengenai paparan tersebut, Tepco menyebut akan keluar pada bulan Januari 2024.
Kejadian ini merupakan insiden kedua dalam tiga bulan terakhir setelah empat pekerja tersiram air yang mengandung bahan radioaktif pada bulan Oktober, dua di antaranya harus dirawat di rumah sakit sebagai tindakan pencegahan.
PLTN Fukushima sebelumnya hancur akibat gempa bumi besar dan tsunami yang melanda Jepang pada tahun 2011, yang merenggut nyawa 18.000 orang. Peristiwa itu menjadi salah satu bencana nuklir terparah dalam sejarah. Operasi pembersihannya diperkirakan akan memakan waktu puluhan tahun dengan bagian paling berbahaya dari operasi tersebut, yaitu menghilangkan bahan bakar radioaktif dan puing-puing dari tiga reaktor yang rusak, masih belum dimulai.
Adapun pada bulan Agustus, Jepang memulai pembuangan air limbah olahan ke Perairan Pasifik, dengan volume yang setara dengan 540 kolam renang Olimpiade. Limbah ini dikabarkan telah dikumpulkan sejak bencana melanda negeri tersebut. Meskipun Tokyo bersikeras bahwa air tersebut tidak berbahaya dan telah didukung oleh pengawas atom dari PBB, pandangan tersebut menghadapi penolakan dari Tiongkok dan Rusia yang telah melarang impor makanan laut dari Jepang.