Setelah ketegangan meningkat, kedua belah pihak mengirim lebih banyak pasukan ke daerah tersebut. Pada pagi hari tanggal 8 Juli, pasukan infanteri Jepang dan kendaraan lapis baja menyerang jembatan dekat Wanping dan berhasil merebutnya untuk sementara waktu sebelum akhirnya dihalau kembali oleh pasukan Tiongkok.
Berbagai upaya dilakukan untuk menyelesaikan masalah, namun setelah insiden tersebut, pasukan Jepang menggunakan alasan tersebut sebagai justifikasi untuk melakukan invasi besar-besaran ke Tiongkok.
Ratusan ribu tentara Jepang dikirim ke Tiongkok, yang menyebabkan jatuhnya Beijing, Shanghai, dan Nanjing pada tahun 1937. Nanjing, ibu kota Kuomintang yang dipimpin oleh Chiang Kai-Shek, juga jatuh ke tangan Jepang.
Pertempuran ini disertai dengan kekejaman yang mengerikan, terutama terkenal dengan apa yang dikenal sebagai Pemerkosaan Nanjing.
Sekitar 100.000 orang Tiongkok diperkirakan tewas dalam pembantaian ini, termasuk ribuan wanita Tiongkok yang diperkosa sebelum dibunuh. Korban-korban ini sering kali diperlakukan dengan kekejaman ekstrem, seperti penguburan hidup-hidup, pemotongan hidup-hidup, atau penenggelaman.
Pada akhir tahun 1938, sebagian besar wilayah Tiongkok utara dan timur telah dikuasai oleh Jepang, termasuk pesisir timur. Konflik ini terus berlanjut dan akhirnya meluas menjadi bagian dari Perang Dunia Kedua.