Meskipun ada larangan, sekelompok demonstran pro-Palestina tetap beraksi di Paris pada Kamis (12/10). Polisi juga melakukan 10 penangkapan dan menggunakan meriam air untuk membubarkan pengunjuk rasa di Place de la Republique yang diperkirakan berjumlah 3.000 orang, mereka meneriakkan “Israel pembunuh” dan mengibarkan bendera Palestina. Darmanin, yang memerintahkan pelarangan tersebut, menyatakan bahwa orang-orang yang menentang larangan tersebut harus ditangkap karena mengganggu ketertiban umum. Namun, kelompok pro-Palestina merasa bahwa langkah pemerintah Prancis berisiko mengancam kebebasan berekspresi. Mereka berjanji akan terus melakukan demonstrasi untuk mendukung rakyat Palestina.
Salah satu peserta demonstrasi pro-Palestina, Charlotte Vautier, mengungkapkan kepada Reuters bahwa mereka hidup di negara hukum, di mana mereka memiliki hak untuk mengambil sikap dan berdemonstrasi. Vautier juga mengkritik kebijakan pemerintah Prancis yang melarang aksi demonstrasi di satu sisi, namun mengizinkannya di sisi lain.
Dalam pidatonya, Presiden Macron mengimbau rakyat Prancis untuk tetap bersatu dengan mengatakan, “Jangan menambah perpecahan nasional ke perpecahan internasional.” Macron menggambarkan Hamas sebagai organisasi teroris yang menginginkan kematian rakyat Israel. Dia juga mengonfirmasi bahwa 13 warga Prancis tewas dalam serangan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober, sementara 17 orang lainnya, termasuk orang dewasa dan anak-anak, masih hilang.
