Setahun setelah perang di Jalur Gaza, masyarakat Israel menunjukkan perpecahan yang dalam, seiring dengan meningkatnya radikalisasi, polarisasi politik, ketidakstabilan ekonomi, dan tekanan militer. Mantan penasihat senior pemerintah Israel Daniel Levy mencirikan situasi ini sebagai “unsur pembusukan”, menyoroti kerapuhan yang berkembang dalam masyarakat.
Bagi Miko Peled, seorang aktivis dan penulis Israel-Amerika Serikat (AS), Israel masih dalam keadaan kacau setelah 7 Oktober 2023, ketika Israel memulai perangnya di Jalur Gaza, yang mengakibatkan puluhan ribu kematian dan kerusakan yang meluas.
“Penerapan hukum dalam kekacauan, sistem peradilan, badan legislatif dalam kekacauan total. Pemerintah, militer, maksud saya ada semacam disfungsi total di semua bidang negara,” kata Peled, seraya menambahkan bahwa fungsi negara telah terdampak parah.
Menurut Levy, masyarakat Israel sangat terpolarisasi dalam isu-isu domestik sebelum 7 Oktober, dicengkeram oleh protes yang meluas terhadap perombakan peradilan yang diprakarsai oleh pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Dan sejak dimulainya perang Israel di Jalur Gaza, Levy yakin sebagian besar warga Israel bersatu dalam pendirian mereka terhadap warga Palestina.
Levy juga menunjukkan bahwa meskipun ada “konsensus seputar penerimaan amoralitas dan kriminalitas terhadap warga Palestina”, masyarakat Yahudi Israel merasa semakin rapuh dan terpecah menjadi kubu-kubu yang berseberangan.
Satu faksi, menurut Levy, percaya bahwa bencana 7 Oktober adalah harga yang harus dibayar untuk mengawali era penebusan di mana orang-orang Palestina akhirnya dapat dihancurkan, dibersihkan secara etnis, dan diusir secara permanen dari tanah mereka.
Peled, yang kakeknya, Avraham Katznelson, adalah salah satu pendiri Israel, percaya bahwa masyarakat Israel tidak pernah kohesif, yang disatukan oleh “selotip” sejak awal.
Peled menghubungkan protes yang sedang berlangsung, termasuk protes perombakan peradilan tahun 2023 dan protes besar-besaran menuntut pembebasan sandera di Jalur Gaza, dengan segmen masyarakat Israel yang paling istimewa, yang menuntut perubahan untuk mempertahankan status mereka.
Menurut Peled, protes-protes tersebut berdampak kecil pada pemerintah, yang mendapat dukungan dari parlemen. Dia menggarisbawahi pula dukungan yang meluas untuk kekerasan sadis terhadap Palestina dalam masyarakat Israel dan pada saat bersamaan menyatakan bahwa perpecahan internal semakin berkembang.