Daniel Parasaudi telah tinggal di Berlin, Jerman selama dua tahun setelah sebelumnya bermukim di Lombok. Sebagai seorang seniman grafiti, Daniel, atau yang dikenal sebagai Emet, telah menekuni dunia grafiti selama hampir dua dekade. Ia tertarik pada grafiti karena sifatnya yang memberontak dan popularitasnya pada tahun 2005. Karya-karya Daniel, seperti gambar restoran cepat saji Amerika Serikat dipadu dengan gambar Rumah Gadang, diekspresikan melalui medium kanvas di dinding rumahnya. Salah satu karya tersebut berisi pesan kritik terhadap tren anak muda Indonesia yang bangga makan di restoran cepat saji.
Selain itu, Emet juga mendapat inspirasi dari rendang dalam berkarya. Ia bahkan pernah belajar membuat rendang langsung dari Padang untuk kemudian mengaplikasikannya dalam karya-karyanya. Menurut Emet, rendang bukan hanya tentang makanan, melainkan juga tentang proses memasaknya yang kompleks. Hal ini tercermin dalam palet warna yang digunakan dalam karyanya, seperti merah marun dari cabai, kuning dari kunyit, hijau dari sereh, dan krem dari santan.
Pindah ke Berlin, sebuah kota dengan sejarah grafiti yang panjang, bagi Emet terasa seperti menjadi ikan kecil di lautan yang luas. Meskipun penuh dengan seniman grafiti yang berbakat, Emet fokus pada membangun jaringan dan kolaborasi. Melalui partisipasinya dalam diskusi komunitas dan kerja sama dengan CSpace, Emet berhasil mengekspresikan kreativitasnya dalam karya-karya grafiti yang ceria dan menginspirasi.
Namun, berkarya di Berlin juga menantang, terutama dalam menemukan tembok ‘legal’ untuk membuat grafiti. Semakin banyaknya seniman grafiti di kota tersebut membuat tembok legal selalu ramai oleh pengunjung. Meskipun demikian, Emet tetap bersemangat untuk terus berkarya, baik di tembok maupun di kanvas lukisan atau patung.
Selain berkarya, Emet juga merindukan tanah airnya dan bersama dengan teman-temannya, ia membuka warung Bhinnekayon di Berlin. Warung ini tidak hanya menjadi tempat untuk menikmati makanan Indonesia, tetapi juga sebagai wadah untuk menyatukan komunitas seniman dan musisi Indonesia di Berlin. Melalui warung ini, Emet berhasil menjawab rasa kangen akan kampung halamannya.
Dengan jatuh bangun dalam berkarya di Berlin, Emet terus bersemangat untuk terus berekspresi dan berkolaborasi. Ia akan segera menggelar pameran di Malchow dengan tema “Spielplatz” dan ini akan menjadi kesempatan pertamanya sebagai seorang muslim untuk memamerkan karyanya di sebuah gereja. Pameran ini akan berlangsung hingga 14 September 2025 dan menjadi langkah baru bagi Emet dalam mengekspresikan kreativitasnya di tengah komunitas seni yang beragam di Berlin.